Babad Arya Tabanan

Babad Arya Tabanan ini menceritakan tentang Siraryya Kenceng beserta keturunannya di Tabanan, dan sampai berakhirnya kerajaan Tabanan.

Pada jaman dahulu di Kerajaan Kahuripan ada enam orang bersaudara laki-laki, yang tertua bernama Rahaden Cakradara, kedua Siraryya Dhamar, ketiga Siraryya Kenceng, keempat Siraryya Kuta Wandira, kelima Sirarya Sentong, dan yang bungsu Sirarya Tan Wikan (Belog).

Setelah Bali dapat dikalahkan, secara otomatis Bali berada di bawah kekuasaan Jawa (Majapahit). Para arya yang berjasa dalam penaklukan tersebut diberikan kekuasaan di daerah tersebut. Sirarya Kenceng sebagai salah satu yang ikut dalam penyerangan itu akhirnya diberikan kekuasaan di daerah Tabanan dengan rakyat empat puluh ribu orang. Sirarya Kenceng beristana di sebuah desa bernama Pucangan atau Buwahan di sebelah selatan Baleagung. 

Batas daerah kekuasaan Beliau : sebelah Timur Sungai Panahan, sebelah Barat Sungai Sapwan, sebelah Utara Gunung Beratan atau Batukaru, sebelah Selatan daerah-daerah di Utara desa Sanda, Kurambitan, Blungbang, Tangguntiti, dan Bajra. 

Pemerintahannya berjalan dengan tertib, dan tidak seorang pun berani durhaka atas kebesaran wibawa Batara Arya Kenceng sebab Beliau menerapkan disiplin yang membaja, tidak ketinggalan sifat ramah tamah dan manis dalam kepemimpinannya. Beliau menguasai berbagai ilmu pengetahuan, juga seorang yang gagah perkasa, unggul dalam peperangan.

Batara Arya Kenceng menikah dengan seorang keturunan brahmana di Ketepengreges wilayah Majapahit, dan memiliki dua orang putra. Sedangkan dari wanita Tegeh Kori memiliki seorang putra dan seorang putri. Sebagai penguasa daerah Tabanan, Arya Kenceng begitu dekat dengan Dalem di Samplangan, karena Arya Kenceng juga menjabat sebagai menteri utama disamping sebagai raja, sehingga pada akhirnya Arya Kenceng dianugrahi oleh Dalem karena Arya Kenceng begitu pandai membesarkan hati raja.

Diceritakan Batara Arya Kenceng telah wafat, dan digantikan oleh putra keduanya yang bergelar Sirarya Ngurah Tabanan karena putra pertamanya tidak tertarik pada kebesaran dan kekuasaan. Sirarya Ngurah Tabanan kemudian digantikan oleh putra mahkota yang juga bergelar sama. 

Demikian seterusnya hingga Kerajaan Tabanan pada masa pemerintahan raja Sirarya Ngurah Rai Prang dikuasai oleh Belanda, pada tahun 1906 Masehi. Pada tahun Masehi 1908, Pemerintah Belanda membagi Tabanan menjadi 14 bagian, tiap-tiap bagian disebut distrik.